Tentu Pancur Aji yang aku maksud bukanlah Wisata Pancur Aji, akan tetapi sebuah teluk sungai Kapuas dengan bukit yang berada di hilir kota Sanggau. Pancur Aji yang asli.
Modal untuk menjadi seorang calon legislatif tidaklah sedikit. Menurut beberapa sumber dan bacaan yang aku jadikan informasi, untuk menjadi calon anggota DPR RI: Rp1 miliar – Rp2 miliar, kemudian calon anggota DPRD Provinsi: Rp500 juta – Rp1 miliar, lalu untuk calon anggota DPRD kabupaten/kota: Rp250 juta – Rp300 juta.
Nah, katakanlah aku yang pemula ini akan menjadi caleg kabupaten/kota, berarti harus menyediakan setidaknya total anggaran pribadi 300 juta. Kita tahu mayoritas partai membebankan biaya saksi kepada para calon anggota legislatif. Apalah daya aku yang tidak mempunyai dana yang memadai, namun bersikeras ingin sekali jadi seorang dewan demi mewujudkan Indonesia yang berdemokrasi total.
Namun, bukan Indonesia namanya bila tidak percaya hal –hal yang berbau mistis. Seperti kata – kata bijak yang pernah viral, “lho punya duit, lho punya kuasa. Tapi buat aku ngak ju. Ibaratnya aku gak bermateri, lawan uju yang bermateri. Bisa jadi aku menang ju, soal percaya hal gaib.” Ya, percaya akan hal gaib merupakan kelebihan bagi mereka yang kurang materi.
Lalu apa yang akan aku lakukan saat ingin menjadi seorang calon legislatif dan bermodalkan percaya akan hal gaib? Seperti berita yang sudah – sudah dan tentunya menjadi judul utama di sampul majalah Kabar Pocong ( memang ada, anggap aja ada, intinya majalah horror lah) pasti ada saja para pejabat yang mengunjungi tempat – tempat keramat, yang konon dapat memberi energi positif yang nantinya akan membawa kemenangan.
Tentu jikalaupun aku nyaleg nantinya, kebetulan aku berada di kabupaten Sanggau. Maka tempat yang akan aku jadikan kunjungan ziarah politikku adalah bukit Pancur Aji yang ada di hilir kota Sanggau. Sebenarnya tak terlalu berat untuk mengunjungi bukit dengan teluk sungai kapuas di bawahnya ini. Dengan transportasi air saja cukup 15 menit dari pantai Keraton Sanggau, atau dari jalur darat lebih enak lagi, melalui kampung Liku terus saja mengikuti jalur sungai Kapuas, maka kita akan sampai ke bukit Pancur Aji hanya dalam waktu 20 menit dari pusat kota Sanggau.
Bukan tanpa alasan aku memilih bukit Pancur Aji sebagai tujuan ziarah politik. Kawan – kawan mungkin hanya tahunya Wisata Pancur Aji, ya itu wisata air terjun yang ada di perhuluan Sungai Engkuli’k. Namun, Pancur Aji sejatinya adalah nama sebuah bukit yang ada tepat di atas teluk di hilir kampung Liku. Dan sejarah yang melekat pada lokasi inilah akhirnya membuat aku memilihnya sebagai koalisi alam, sebut saja begitu, ju.
Konon bukit Pancur Aji, atau biasa disebut juga dengan teluk Pancur Aji. Merupakan benteng pertahanan kerajaan Sanggau dari serangan kerajaan Pontianak. Menurut cerita para tetua dan sesepuh, dahulunya ada seorang pendekar gagah yang bernama Bujang Malaka yang menyusun strategi di atas bukit Pancur Aji dan meletakkan meriam di atas sana. Ketika kapal – kapal dari kerajaan Pontianak menyerang dan sampai di teluk atau bukit Pancur Aji tadi, maka Bujang Malaka pun menyerang bertubu – tubi, sehingga pasukan dari Pontianak dapat dipukul mundur dan tak sampai menyerang ke kerajaan Sanggau yang ada di daerah Kantu’.
Bisa jadi setelah aku bermeditasi dan tidur – tiduran di bawah pohon durian yang ada di bukit Pancur Aji, wangsit pun datang dari para lelembut yang ada di sana. Semangat Bujang Malaka dalam menjaga kedaulatan daerah kerajaannya harus bisa kita ambil untuk menunjang modal sebagai calon legislatif. Jangan kira koalisi hanya di dunia nyata kawan, justru koalisi alam gaib harus dipererat agar proses demokrasi dan politik di dunia nyata menjadi lancar.
Penulis : Dodi Goyon